MEMBENARKAN DIRI SENDIRI (1)
Baca: Matius 7:1-5
"Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." Matius 7:5
Menghakimi dan melihat segala kesalahan atau kelemahan orang lain, meski itu sekecil kuman, adalah pekerjaan yang paling mudah dilakukan. Sedangkan yang paling sulit adalah melihat kesalahan diri sendiri meski kesalahan itu begitu besar. Itulah sifat alamiah manusia. Firman Tuhan mengingatkan kita dengan keras, "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi." (Matius 7:1). Dan "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4). Sikap membenarkan diri sendiri dan menganggap orang lain sebagai sumber kesalahan atau ketidakbenaran adalah tindakan yang tidak berkenan kepada Tuhan. Siapakah sesungguhnya kita ini?
Perhatikan apa yang disampaikan Yesus dalam perumpamaannya mengenai dua orang yang pergi ke rumah Tuhan untuk berdoa yaitu orang Farisi dan pemungut cukai (baca Lukas 18:9-14). Kita tahu orang Farisi mahir firman Tuhan, terkenal dengan keahlian dan pengajarannya tentang Kitab suci sehingga ia sangat disegani dan dihormati umat Israel. Secara kasat mata orang melihatnya sebagai orang yang tekun menjalankan ibadahnya. Karena itu doa-doa yang dipanjatkan orang Farisi ini berisi seabrek laporan aktivitas rohaninya: kesetiaannya beribadah, berpuasa 2x seminggu, memberikan persepuluhan dan semua hal yang Alkitabiah. Ia menganggap diri sempurna, benar, suci, lebih hebat, merasa tidak sama dengan orang lain. Dengan sombongnya ia berkata di hadapan Tuhan "...aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini;" (Lukas 18:11).
Lalu perhatikan pemungut cukai itu: berdiri jauh-jauh, bahkan tidak berani menengadah ke atas, tapi menundukkan kepalanya dalam-dalam, serta memukul-mukul dirinya karena merasa dirinya tidak layak di hadapan Tuhan, "Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini." (Lukas 18:13). Ia menyadari keberadaan dirinya yang kotor, hina dan penuh dengan dosa. Sebagai pemungut cukai ia memiliki reputasi yang buruk di mata masyarakat. Semua orang menjauhinya dan sudah mencap jelek dirinya. (Bersambung)
"Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." Matius 7:5
Menghakimi dan melihat segala kesalahan atau kelemahan orang lain, meski itu sekecil kuman, adalah pekerjaan yang paling mudah dilakukan. Sedangkan yang paling sulit adalah melihat kesalahan diri sendiri meski kesalahan itu begitu besar. Itulah sifat alamiah manusia. Firman Tuhan mengingatkan kita dengan keras, "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi." (Matius 7:1). Dan "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4). Sikap membenarkan diri sendiri dan menganggap orang lain sebagai sumber kesalahan atau ketidakbenaran adalah tindakan yang tidak berkenan kepada Tuhan. Siapakah sesungguhnya kita ini?
Perhatikan apa yang disampaikan Yesus dalam perumpamaannya mengenai dua orang yang pergi ke rumah Tuhan untuk berdoa yaitu orang Farisi dan pemungut cukai (baca Lukas 18:9-14). Kita tahu orang Farisi mahir firman Tuhan, terkenal dengan keahlian dan pengajarannya tentang Kitab suci sehingga ia sangat disegani dan dihormati umat Israel. Secara kasat mata orang melihatnya sebagai orang yang tekun menjalankan ibadahnya. Karena itu doa-doa yang dipanjatkan orang Farisi ini berisi seabrek laporan aktivitas rohaninya: kesetiaannya beribadah, berpuasa 2x seminggu, memberikan persepuluhan dan semua hal yang Alkitabiah. Ia menganggap diri sempurna, benar, suci, lebih hebat, merasa tidak sama dengan orang lain. Dengan sombongnya ia berkata di hadapan Tuhan "...aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini;" (Lukas 18:11).
Lalu perhatikan pemungut cukai itu: berdiri jauh-jauh, bahkan tidak berani menengadah ke atas, tapi menundukkan kepalanya dalam-dalam, serta memukul-mukul dirinya karena merasa dirinya tidak layak di hadapan Tuhan, "Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini." (Lukas 18:13). Ia menyadari keberadaan dirinya yang kotor, hina dan penuh dengan dosa. Sebagai pemungut cukai ia memiliki reputasi yang buruk di mata masyarakat. Semua orang menjauhinya dan sudah mencap jelek dirinya. (Bersambung)
Disadur dari Renungan Harian Air
Hidup, edisi 3 Agustus 2013 -
0 komentar:
Posting Komentar